SEJARAH
MUNCULNYA EKSTRIMISME
Ust. Asy`ari Masduki, MA
Ekstrimisme adalah sebuah ungkapan untuk menyebut tindakan orang
yang menentang syara’ yang mengambil posisi yang sangat tajam di antara salah
satu dari dua sisi yang saling bertentangan, masing-masing dari keduanya
bertujuan untuk merealisasikan tujuan-tujuan tertentu, atau merubah status sosial
tertentu dengan cara yang bertentangan dengan agama.
Akidah Islam yang dibawa oleh setiap nabi adalah jelas dan mudah. Yaitu
akidah yang sesuai dengan fitrah yang sehat yang Allah jadikan pada manusia dan
dapat diterima oleh akal yang bersih dari unsur fanatisme. Kalimah syahadat
adalah barometer yang Allah ta’ala dan Rasul-Nya jadikan sebagai bukti/dalil
terhadap akidah ini.
Di antara kandungan syahadat adalah iman bahwa alam semesta ada
penciptanya yang maha bijaksana, maha kuasa dan maha mengatur, dan bahwa Allah
melakukan apa yang Ia kehendaki dan menetapkan hukum sesuai dengan yang Ia
kehendaki, tidak ada sesuatu yang menyerupai Nya dari satu segi maupun semua
segi, Allah bukan benda, bukan gambar, tidak disifati dengan sifat makhluk dan
ada tanpa tempat. Dan bahwa Allah ta’ala memilih sebagian hamba-Nya yang Ia
kehendaki yaitu para rasul dan nabi. Allah ta’ala mengutus mereka untuk
bertabligh pada umat manusia, memberi kabar gembira pada mereka yang beriman
dengan surga dan memberikan peringatan pada mereka yang kafir dengan siksa
neraka. Allah menjaga mereka dari perbuatan kufur, dosa besar dan dosa kecil
yang mengandung kerendahan jiwa pelakunya, perbuatan-perbutan rendah dan ucapan-ucapan
kotor. Dan juga termasuk kandungan syahadat adalah iman bahwa Muhammad bin
Abdullah al Qurasyi al Hasyimiy adalah Rasulullah pada seluruh manusia dan jin.
Dengan sebab dakwah beliau, telah masuk Islam orang-orang yang
bersih hatinya dalam menerima ajaran Rasululah -shallallahu ‘alaihi wasallam-.
Mereka berpegang teguh dengan ajaran Rasulullah dengan pegangan yang kuat.
Mereka berkorban dengan jiwa dan harta untuk Rasulullah. Bahkan di antara mereka ada yang bersedia untuk disiksa dengan
berbagai macam siksaan untuk keselamatan Rasul yang mulia.
Namun di sisi lain, ada juga sekelompok orang yang masuk Islam, tetapi
hati mereka tidak ridha dengan Islam.
Pertama: sekelompok orang-orang yang menisbatkan diri pada Islam karena
masuknya kaum mereka pada agama Islam -ketika datang penakhlukan dan kemenangan
Allah-. Mereka menisbatkan diri pada Islam karena taqlid (ikut-ikutan) dan
menyesuaikan diri dengan mayoritas. Namun
hati mereka tidak ridha dengan ajaran-ajaran Islam, hati mereka tidak
bersih dari pengaruh-pengaruh kejahiliahan dan kotorannya. Bagi mereka,
kemenangan dakwah Islam atau tidak adalah sama, tidak ada bedanya.
Kedua: Sekelompok orang-orang awam non muslim yang menisbatkan diri
secara batil pada agama Islam pada hari kemenangan Islam yang telah mampu menundukkan
dua Negara besar Yunani dan Persia. Mereka melakukan itu, sebagai pelarian dari
pengamalan hukum Islam pada orang yang tetap pada agamanya. Keceriaan agama ini
tidak dapat menyatu dengan hati mereka, akar-akar dendam dan kebencian juga tidak dapat terlepas dari hati mereka.
Akidah agama mereka tidak luntur dari diri mereka.
Ketiga: Kelompok dari para pemikir agama-agama non Islam dan para penipu
di antara mereka. Mereka menampakan diri masuk ke dalam agama Islam, padahal
mereka menyembunyikan tipuan dan pengkhianatan dalam diri mereka. Mereka
mencari kesempatan untuk menjatuhkan agama
Islam yang kekuasaannya telah tersebar di belahan bumi yang luas ketika
itu.
Setelah meninggalnya Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-
mulai terjadi penyimpangan-penyimpangan pemikiran (ekstrimisme) dalam Islam.
Pada awalnya terjadi fitnah orang-orang murtad dan Musailamah al Kadzdzab dan
berhasil ditumpas oleh Al Khalifah ar Rasyid Sayyidina Abu Bakar ash
Shiddiq –radhiyallahu ‘anhu-. Kemudian terjadi fitnah orang-orang yang
menurunkan al khalifah ar Rasyid Sayyidina Utsman ibn Affan -radhiyallahu
‘anhu-. Semenjak itu terbukalah pintu fitnah yang semakin luas, dan menggugah
keberanian tangan-tangan para ekstrimis untuk membunuh beliau.
Setelah itu terjadi peperangan para pemberontak yang membangkang
pada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib -karramallahu wajhah-. Selanjutnya
pada masa sahabat generasi akhir terjadi juga pemahaman yang keluar dari
kebenaran seperti Ma’bad al Juhani dan al Ja’du bin Dirham yang keduanya
menyeleweng dalam masalah qadar dan menafikan kemampuan (qudrah) dari
Allah setelah Allah menciptakan kemampuan pada manusia.
Di antara fenomena terbesar yang muncul pada masa awal adalah fitnah
Khawarij yang mengkafirkan imam Ali -karramallahu wajhah-, Mu’awiyah dan
dua orang hakim (yang melaksanakan tahkim) yaitu Abu Musa al Asy’ari dan
Amr bin al Ash dengan sebab tahkim tersebut. Mereka juga mengkafirkan
orang-orang yang ikut perang Jamal yaitu Thalhah, Zubair, Aisyah dan setiap
orang yang ridha dengan tahkim dua hakim tersebut. Sebagaimana juga
mereka mengkafirkan umat Islam yang melakukan dosa besar, baik dosa kecil
ataupun dosa besar. Imam Ali -Radhiyallahu ‘anhu- memerangi mereka dalam
perang Nahrawan. Sayyidina Ali -radhiyallahu ‘anhu- dibunuh secara
dhalim di tangan salah seorang Khawarij yaitu Abdurrahman bin Muljam.
Pada zaman sayyidina Ali bin Abi Thalib –semoga Allah meridhainya- sebagian orang Sabaiyyah
mengatakan pada sayyidina Ali -karramallahu wajhah- (semoga Allah
melindungi kita dari buruknya pekataan ini) : “Engkau adalah tuhan kami dan
pencipta kami dan pemberi rizki kami”. Kemudian imam Ali –rahimahullah-
membakar sebagian di antara mereka setelah sebelumnya diminta untuk bertaubat. Sayyidina
Ali juga menafikan Abdullah bin Saba’.
Kemudian setelah itu, terjadi lagi fitnah kelompok Muktazilah Qadariyah
yang mengingkari taqdir Allah terhadap keburukan, mereka mengatakan: “Sesungguhnya
manusia itu menciptakan perbuatannya”. Karena perkataannya ini maka para
ulama Ahlussunnah mengkafirkan mereka.
Kemudian muncul kelompok Murjiah yang mengatakan –semoga Allah
melindungi kita-: “dosa tidak membahayakan dengan adanya keimanan
sebagaimana ketaatan tidak bermanfaat dengan adanya kekufuran”. Perkataan
mereka “ketaatan tidak bermanfaat dengan adanya kekufuran” adalah perkataan
yang benar. Sedangkan perkataan yang pertama : “dosa tidak membahayakan
dengan adanya keimanan” adalah perkataan yang rusak dan bertentangan dengan
ijma’ umat Islam.
Kemudian juga muncul kelompok Jabriyah yang mengatakan –semoga
Allah melindungi kita- : “pada hakikatnya tidak ada perbuatan dan tidak
ada kehendak bagi seorang hamba dalam perbuatan-perbuatan mereka”. Mereka
menafikan masyiah (kehendak) manusia dan menjadikan manusia seperti bulu
dalam hembusan angin.
Pada masa al imam Hasan al Bashri –semoga Allah meridhainya-
terjadi pertentangan Washil bin ‘Atha dalam masalah qadar dan manzilah
baina al manzilataini (yakni perkataan mereka: “umat Islam yang
melakukan dosa besar tidak masuk neraka dan juga tidak masuk surga di akhirat”).
Kemudian Amr bin Ubaid bergabung dengannya dalam masalah qadar dan al
manzilah baina al manzilataini, sehingga al Hasan kemudian mengusir
keduanya dari majlis beliau. Kedua orang tersebut kemudian menyendiri ke sebuah
pojokan dari pojokan-pojokan yang ada di dalam masjid Bashrah. Sehingga
keduanya dan para pengikutnya disebut dengan Muktazilah, karena pemisahan diri
mereka terhadap pendapat umat Islam dan klaim keduanya yang rusak bahwa orang
fasik dari umat Muhammad bukan mukmin juga bukan kafir. Mereka adalah Qadariyah
karena Washil bin Atha telah kufur dalam masalah qadar dengan perkataannya tentang
adanya dua pencipta selain Allah terhadap perbuatan manusia.
Selanjutnya pada masa al Khalifah al Muqtadir Billah al Abbasiy
muncul al Husain bin Manshur al Hallaj yang mengaku-ngaku sebagai ahli tasawwuf,
padahal tasawwuf yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan dia. Dia memiliki
para pengikut yang mengikuti ajarannya yang rusak. Kemudian Khalifah
membunuhnya, namun para muridnya mengklaim
secara bohong bahwa ketika dibunuh darah al Hallaj mengalir di atas bumi dan
menulis kalimat “Laa ilaaha illa Allah al Hallaj Waliyyu Allah”.
Dalam sepanjang sejarah Islam, para ekstrimis adalah kelompok
minoritas yang hina, terbuang dan terusir dari mayoritas umat Islam. Al
hamdulillah, umat Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- tidak
berkumpul pada kesesatan.
Pada akhir abad 20 di sebagian Negara Islam muncul para pemuda yang
menganut madzhab Khawarij. Mereka meyakini kekufuran orang yang melakukan salah
satu kemaksiatan. Bahkan di antara mereka ada yang mengkafirkan seluruh umat
Islam, meskipun mereka shalat, puasa, mengeluarkan zakat dan menunaikan haji,
hanya karena mereka bukan jama’ah mereka. Mereka menghukumi masyarakat muslim
masa sekarang sebagai masyarakat Jahiliyah. Selanjutnya mereka menghukumi negara
mereka dengan Negara kafir. Mereka mengkafirkan penguasa dan rakyatnya, dengan
berdalil firman Allah ta’ala:
ÿ3
cÎ)
cöqtãöÏù
z`»yJ»ydur
$yJèdyqãZã_ur
(#qçR$2
úüÏ«ÏÜ»yz
ÇÑÈ
Maknanya: “Sesungguhnya Fir'aun dan Ha- man beserta tentaranya
adalah orang-orang yang bersalah”.
Sesungguhnya ekstrimisme yang ada pada komunitas-komunitas ini
adalah kepanjangan tangan dari akar-akar yang telah dimulai dari Khawarij dan friksi-friksinya
yang sangat bahaya. Karena dasar mereka adalah pemikiran hakimiyah,
teori ini mengatakan bahwa orang yang menggunakan hukum dengan selain Islam
meskipun dalam satu masalah maka dia kafir secara mutlak tanpa ada pemilahan.
Seseorang yang mau merenung, maka ia tidak akan menemukan masa lalu bagi mereka
kecuali satu kelompok yang disebut dengan Baihasiyah yang memencil dari seluruh
friksi-friksi Khawarij dengan pekataan mereka: “Sesungguhnya seorang raja
apabila berhukum dengan selain hukum syara’ maka dia menjadi kafir dan
rakyatnya menjadi kafir, baik rakyat yang mau mengikuti raja itu ataupun rakyat
yang tidak mau mengikutinya”.
Berdasarkan uraian singkat sejarah munculnya pemikiran ekstrim
dalam Islam, dapat disimpulkan bahwa pemikiran ekstrimisme dari masa ke masa
sesungguhnya sama saja, ajaran mereka hanya pengulangan yang telah diyakini
kelompok ekstrim pada masa sebelumnya dan yang berubah hanyalah nama-namanya
saja.
0 komentar:
Posting Komentar