Masjid Agung AN NUUR Kab. Kediri

Assalamu`alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 04 Mei 2012

FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA EKSTRIMISME DALAM BERAGAMA (2)


FAKTOR PENYEBAB  MUNCULNYA EKSTRIMISME DALAM BERAGAMA (2)
(Dirangkum dari materi Seminar Internasional Remas An Nuur oleh al Syaikh al Habib Khalil Dabbagh al Hasani dari Global University Bairut Lebanon)

Faktor penyebab kemunculan ekstrimisme bukan hanya satu, tetapi sangat banyak. Selain faktor agama, juga ada faktor individu, sosial, sejarah dan politik, dan seluruhnya saling terkait satu dengan lainnya. Berikut ini adalah faktor-faktor agama yang mendorong munculnya ekstrimisme:
1.    Pemahaman yang tidak benar terhadap ajaran agama Islam, baik dalam masalah akidah maupun hukum-hukum Islam. Sehingga pemahaman tersebut bertentangan dengan akidah Ahlussunnah waljama’ah yang dianut Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan para sahabatnya yang mulia.
2.    Kurang adanya kemampuan dalam memahami hukum-hukum syara’ dan lemahnya sosialisasi hukum-hukum syara’ tesebut di masyarakat.
3.    Hilangnya peran ilmu yang moderat dari para ulama untuk membungkam pemikiran ekstrim. Tugas para ulama adalah menjaga Negara dan para pemuda dari pemikiran-pemikiran ekstrim dengan ilmu agama. Namun pada masa sekarang tugas ini banyak ditinggalkan oleh para ulama, mereka berpindah mengurus hal-hal yang bukan menjadi tugas mereka seperti mengurus politik, ekonomi dan lainnya.
4.    Tidak ada perhatian yang serius terhadap pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dan juga dalam kurikulum pembelajarannya.Pembelajaran agama hanya dijadikan sebagai materi sampingan, dan bahkan terkadang tidak dicantumkan dalam jadual pelajaran.
5.    Kebodohan terhadap bahasa arab yang menjadi kunci pemahaman terhadap nash-nash syara’. Kebodohan terhadap bahasa arab menyebabkan kebodohan terhadap hukum-hukum syara’. Karena sumber-sumber hukum syara’ seluruhnya menggunakan bahasa arab.
6.    Klaim dan rumor yang disebarkan oleh para ekstrimis bahwa para ulama adalah antek-antek pemerintah, mereka digaji oleh pemerintah. Dari sini, menurut mereka tidak layak lagi bagi kita untuk mengikuti para ulama atau mempercayai perkataan mereka. Akibat dari rumor ini kemudian kemulian para Kyai dan ulama menjadi pudar, kata-katanya tidak lagi didengar oleh ummat. Jauhnya ummat dari para ulamanya mempermudah para ekstrimis untuk memasukkan pemikiran-pemikiran ekstrimnya pada para pemuda Islam.
7.    Memahami ayat- ayat al Qur’an dengan makna-makna yang tidak sesuai dengan al Qur’an dan sunnah. Para ekstrimis mengklaim berdasarkan ayat al Qur’an yang mereka plintir maknanya; bahwa masyarakat yang hidup pada suatu daerah tertentu tidak ada yang mukmin, apabila mereka mukmin kenapa turun bala dan musibah pada daerah itu?! Bukankan disebutkan dalam firman Allah ta’ala:
Ÿöqs9ur ¨br& Ÿ@÷dr& #tà)ø9$# (#qãZtB#uä (#öqs)¨?$#ur $uZóstGxÿs9 NÍköŽn=tã ;M»x.tt/ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur `Å3»s9ur (#qç/¤x. Mßg»tRõs{r'sù $yJÎ/ (#qçR$Ÿ2 tbqç7Å¡õ3tƒ ÇÒÏÈ
     Maknanya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”(Q.S al A’raf: 96)
8.    Ketaatan buta orang-orang yang bodoh terhadap pemimpin mereka, tanpa merenungkan halal dan haram. Mereka mengatakan bahwa pemimpinnya atau gurunya seperti Nabi; tidak pernah sekalipun melakukan kesalahan dan dosa.
9.    Kerancauan dalam memahami hakikat al amru bil ma’ruf wa an nahyu ‘an al munkar. Karena al amru bil ma’ruf wa an nahyu ‘an al munkar dalam Islam memiliki kaidah-kaidah dalam syara’ yang harus diterapkan.
10.         Menafsirkan nash-nash syara’ dengan penafsiran yang bertentangan dengan maksud yang sebenarnya, karena kesesatan dalam hati dan hawa nafsu.
11.         Tidak talaqqi (belajar langsung) ilmu agama yang benar dengan metode yang benar dari para ulama yang dapat dipercaya.
     Para pemuda harus memastikan bahwa pemahaman hukum-hukum agamanya berasal dari orang-orang yang memiliki pengetahuan dan pemahaman, yang telah belajar ilmu-ilmu yang bermanfaat berdasarkan ushul (kaidah-kaidah) yang mu’tabarah (diakui) menurut ahli ilmu. Setiap ilmu ada ahlinya, setiap disiplin ilmu ada para pakarnya. Al Qur’an telah mengajarkan kepada kita dalam persoalan yang tidak kita ketahui, untuk kembali dan bertanya kepada para ulama yang ahli ilmu dan pengetahuan. Allah tabaraka wata’ala berfirman:
!(#þqè=t«ó¡sù Ÿ@÷dr& ̍ò2Ïe%!$# bÎ) óOçFZä. Ÿw šcqßJn=÷ès? ÇÐÈ
     Maknanya: “Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui” (Q.S al Anbiya: 7)
     Pada masa sekarang, kita sering melihat orang-orang yang ceroboh dalam berfatwa, mereka berfatwa tanpa didasarkan pada ilmu. Mereka mengeluarkan hukum-hukum dalam masalah-masalah seperti akidah Islam, tanpa memiliki keahlian untuk berfatwa, sehingga terkadang fatwanya tersebut bertentangan dengan ijma’ para ulama dahulu dan sekarang. Dan terkadang lebih dari itu, dia menyalahkan orang lain dan membodoh-bodohkan mereka dengan klaim bahwa dia tidak bertaqlid dan dia memiliki hak untuk berijtihad dan bahwa pintu ijtihad terbuka untuk semua orang.
     Bahwa pintu ijtihad itu terbuka adalah sesuatu yang benar, akan tetapi ijtihad memiliki syarat-syarat yang tidak dimiliki oleh orang yang mengklaim ijtihad ini meski hanya satu syarat dari syarat-syarat tersebut.
Bersambung…