Masjid Agung AN NUUR Kab. Kediri

Assalamu`alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 13 November 2012

KEUTAMAAN HARI 'ASYURA


KEUTAMAAN HARI 'ASYURA
ust. Asy`ari Masduki, MA

إِنَّ هَذَا اْليَوْمَ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ لمْ يَكْتُبِ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ فَمَنْ شَاءَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ شَاءَ فَلْيُفْطِرْ
Maknanya: “hari ini adalah hari ‘Asyura, Allah tidak mewajibkan kalian berpuasa, barang siapa berkehendak untuk berpuasa maka berpuasalah dan barangsiapa tidak berkehendak maka berbukalah (tidak berpuasa)”. (HR. al-Bukhari & Muslim).

Pada hari 'Asyura terjadi banyak peristiwa bersejarah. Peristiwa bersejarah yang dimaksud antara lain:
1. Allah menerima taubat nabi Adam alayhissalam dari maksiat yang dilakukannya (makan buah pohon yang terlarang baginya). Perlu diketahui bahwa dosa yang dilakukan oleh Nabi Adam alayhissalam adalah dosa kecil yang tidak ada unsur kerendahan jiwa, dosa yang dilakukan Nabi Adam bukanlah dosa besar apalagi kufur, karena mustahil bagi Rasul melakukan kufur atau dosa besar.
2.  Allah ta'aala menyelamatkan Musa alayhissalam dan para pengikutnya dari tenggelam di laut, sebaliknya menenggelamkan Fir'aun dan bala tentaranya di laut.
3. Allah menyelamatkan perahu Nabi Nuh alayhissalam dan orang-orang mukmin yang mengikutinya. Perahu itu berlabuh di sebuah gunung di Irak yang bernama "al-Judi" setelah berada di atas air bah selama 150 hari.
4. Perang Dzaturriqa', perang Dzaturriqa' terjadi pada tanggal 10 Muharram 4 Hijriyyah. Pada perang ini Rasulullah bertindak sebagai panglima tertinggi disertai 700 orang sahabatnya, sedangkan kaum musyrikin jumlahnya jauh lebih besar. Namun demikian sebelum sempat terjadi pertempuran antara tentara Islam dan musyrikin, Allah ta'ala menciptakan rasa takut yang luar biasa pada kaum musyrikin, sehingga mereka lari tunggang langgang sebelum bertempur.
5. Gugur (syahid) nya al-Husain bin Ali radliyallahu anhu, peristiwa memilukan ini terjadi pada hari Jum'at 10 Muharram tahun 61 Hijriyyah, beliau syahid ditangan orang dzalim. Kejadian ini sangat memilukan, menyedihkan dan merupakan musibah yang sangat besar bagi kaum muslimin. Beliau adalah putra Ali dan Fatimah rodliyallahu anhuma cucu Rasulullah yang sangat mirip dengan beliau baik fisik maupun akhlaknya. Al-Husain bin Ali adalah seorang pemimpin yang sholeh, bertaqwa, wara' dan zahid. Mengenai keutamaan beliau dan saudaranya (al-Hasan bin Ali) Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
Maknanya: "al-Hasan dan al-Husain adalah sayyid (pemimpin) para pemuda di surga". (HR. Tirmidzi).
Ada beberapa faidah yang yang bisa kita ambil dari di sunnahkannya puasa pada hari ‘asyura antara lain:
1. Disunnahkannya Puasa 'Asyura menunjukkan dibolehkannya bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah atau bala' yang dijauhkan Nya pada hari tertentu, sehingga setiap tahun pada hari yang sama bisa diulang kembali aktifitas bersyukur tersebut dengan melakukan sedekahan dan semacamnya.
2.  Disunnahkannya puasa Tasu'a adalah untuk menghindari persamaan dengan kaum Yahudi yang hanya berpuasa pada hari 'Asyura. Hal ini menunjukkan bahwasanya kita tidak boleh menyerupai orang-orang kafir dalam segala hal yang merupakan sifat-sifat khusus bagi orang-orang kafir, artinya hal itu hanya dilakukan orang-orang kafir, tidak pada hal-hal yang biasa dilakukan orang-orang muslim dan kafir secara bersamaan (tidak khusus).


 DALAM RANGKA PERINGATAN TAHUN BARU HIJRIAH 1434
AHAD 18 NOPEMBER 2012






HIJRAH DAN KEUTAMAAN HARI 'ASYURA


HIJRAH DAN KEUTAMAAN HARI 'ASYURA
Ust. Asy`ari Masduki, MA


إِنَّ هَذَا اْليَوْمَ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ لمْ يَكْتُبِ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ فَمَنْ شَاءَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ شَاءَ فَلْيُفْطِرْ
Maknanya: “hari ini adalah hari ‘Asyura, Allah tidak mewajibkan kalian berpuasa, barang siapa berkehendak untuk berpuasa maka berpuasalah dan barangsiapa tidak berkehendak maka berbukalah (tidak berpuasa)”. (HR. al-Bukhari & Muslim).

Setiap kali memasuki tahun baru hijriyah kita selalu diingatkan  pada peristiwa besar dan bersejarah, yaitu hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Makkah al Mukarramah menuju Yatsrib yang kemudian dirubah namanya dengan al Madinah al Muawwarah. Sebab peristiwa hijrah adalah awal kejayaan Islam, berawal dari sinilah Islam menyebar dan meluas ke seluruh penjuru dunia. Mulai dari  peristiwa inilah Rasulullah mulai meletakkan dasar-dasar bermasyarakat dan bernegara. Sehingga pada hari ini bentuk negara dan masyarakat yang dibangun nabi tersebut menjadi percontohan bagi masyarakat yang modern dan beradab.
Peristiwa hijrah dimulai ketika Islam mulai menyebar luas di Madinah, maka para sahabat Nabi yang senantiasa mendapat perlakuan tidak baik dari orang-orang musyrik, mereka meminta izin kepada nabi untuk hijrah ke Madinah. Kemudian Nabi memberi izin pada mereka untuk hijrah, sehingga secara berangsur-angsur dan bergelombang umat Islam berangkat berhijrah ke madinah. Orang yang pertama kali hijrah adalah Abu Salamah saudara Nabi sesusuan. Sehingga kemudian orang yang tinggal di Makkah tersisa Rasulullah, Abu Bakar as Shiddiq dan Ali bin Abi Thalib al Murtadha, orang yang dipenjara dan orang yang sakit.
Adapaun sebab Hijrahnya Nabi ke Madinah adalah bahwa ketika orang-orang Musyrik Quraisy melihat orang-orang yang telah masuk Islam berhijrah ke Madinah dengan membawa serta keluarga dan anak-anak mereka, maka mereka khawatir Rasulullah akan juga keluar dari Makkah untuk hijrah ke Madinah, sehingga umat Islam menjadi sangat kuat dan membahayakan kedudukan mereka. Orang musyrik Quraisy selanjutnya berkumpul untuk bermusyawarah tentang masalah itu, ketika itu datanglah iblis dalam bentuk orang tua dari Nejd yang  selalu membantah pendapat setiap orang yang hadir, sampai kemudian Abu Jahal berpendapat: Kita ambil dari setiap kabilah anak muda dengan sebuah pedang, mereka memukulkannya secara bersama-sama pada Muhammad, sehingga darahnya menyebar pada semua kabilah dan Banu Abdi Manaf tidak dapat memerangi semua kabilah dan rela dengan kematiannya”. Kemudian Iblis itu mengatakan: “inilah pendapat yang tepat”. Mengetahui hal tersebut kemudian Jibril memberitahukannya pada Nabi, dan pada malam itu nabi tidak tidur di tempat tidurnya, dan memerintahkan Ali untuk tidur dan berselimut dengan selimut nabi. Ketika itu anak-anak muda musyrikin telah berkumpul di depan pintu rumah Nabi. Kemudian Nabi mengambil segenggam tanah dengan membaca surat Yasin sampai pada ayat 9. Dan melemparkan tanah itu pada kepala para pemuda musyrikin tersebut, sehingga mereka tidak dapat melihat keluarnya Rasulullah dari rumah. Selanjutnya Nabi menuju ke rumah Abu Bakar untuk mengajaknya bersama-sama berhijrah ke Madinah.
Yang perlu menjadi catatan penting di sini bahwa Rasulullah hijrah ke Madinah bukanlah karena takut atau lari dari tekanan serta intimidasi kafir Quraisy yang di lancarklan secara berrtubi-tubi terhadap Rasulullah dan para sahabatnya. Hijrah semata-mata di lakukan untuk menjalankan perintah Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

أُمِرْ تُ بِقَرْيَةٍ تَأْ كُلُ اْلقُرَى وَهِيَ الطَّيِّبَةُ
“Aku di perintahkan oleh Allah untuk hijrah ke suatu daerah yang akan meluas ke daerah-daerah yang lain yaitu Taibah atau Madinah”

Rasulullah hijrah juga bukan karena putus asa dengan keadaan lingkungan Makkah juga bukan untuk mencari harta, jabatan dan kekuasaan. Karena semua itu pernah ditawarkan oleh kaum musyrikin Quraisy agar beliau bersedia menghentikan dakwahnya melewati Abu Thalib paman beliau. Namun Rasulullah membantahnya dengan mentah-mentah.
Selain peristiwa hijrah, pada bulan Muharaam kita juga dingatkan pada sebuah hari yang disebut dengan ‘Asyura (hari tanggal 10 Muharram). Hari 'Asyura adalah salah satu hari terbaik diantara hari-hari baik tahun Hijriyyah, banyak peristiwa dan kejadian bersejarah terjadi pada hari 'Asyura.  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ هَذَا اْليَوْمَ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ لمْ يَكْتُبِ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ فَمَنْ شَاءَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ شَاءَ فَلْيُفْطِرْ
Maknanya: “hari ini adalah hari ‘Asyura, Allah tidak mewajibkan kalian berpuasa, barang siapa berkehendak untuk berpuasa maka berpuasalah dan barangsiapa tidak berkehendak maka berbukalah (tidak berpuasa)”. (HR. al-Bukhari & Muslim).

Berdasarkan hadits shahih ini, para ulama sepakat bahwa disunnahkan berpuasa pada hari 'Asyura.  Kesunnahan puasa 'Asyura juga ditunjukkan oleh sebuah haidts dalam Shahih Muslim dari Ibn Abbas –rodliyallahu 'anhu-, beliau barkata: "Sewaktu Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam tiba di kota Madinah beliau menyaksikan orang-orang Yahudi sedang berpuasa pada hari 'Asyura, kemudian mereka ditanya tentang hal itu (puasa 'Asyura), lalu mereka menjawab: "Pada hari ini Allah memberi kemenangan pada Musa alaihissalam dan bani Israil atas Fir'aun, maka kami berpuasa untuk mengagungkannya". Kemudian Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:

Maknanya: "Kami lebih berhak (ikut) dengan Musa dari kalian".
Kemudian Rasulullah memerintahkan berpuasa pada hari itu ('Asyura).
Puasa 'Asyura mempunyai beberapa keutamaan tersendiri. Hal itu dapat difahami dari sabda Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam:
Maknanya: " Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadlan adalah puasa di bulan Allah; Muharram, dan shalat yang paling utama setelah sholat fardlu adalah sholat malam". (HR. Muslim).
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam ketika ditanya mengenai puasa di hari 'Asyura bersabda:
يُكَفِّرُ السَّنَةَ اْلماَضِيَةَ
Maknanya: "ia (puasa 'Asyura) menghapus (dosa) tahun yang lalu" (HR. Muslim).

            Selain pada hari kesepuluh bulan Muharram, juga disunnahkan berpuasa pada  hari sebelumnya yaitu pada tanggal 9 Muharram atau yang juga disebut dengan hari Tasu'a. Hal ini ditunjukkan oleh sabda Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam yang berbunyi:

لَئِنْ بَقِيْتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُوْمَنَّ التَّاسِعَ
Maknanya: "jika pada tahun depan aku masih hidup, sungguh aku akan berpuasa pada tanggal sembilan (Muharram)". (HR. Muslim).
Namun ternyata Rasulullah telah wafat sebelum sempat berpuasa Tasu'a.
Diantara hikmah disunnahkannya puasa Tasu'a menyertai 'Asyura adalah:
1. Untuk berhati-hati, karena ada kemungkinan salah dalam menetapkan awal Muharram.
2. Supaya berbeda dengan orang-orang Yahudi yang hanya berpuasa 'Asyura tanpa Tasu'a.
3. Agar puasa itu tidak hanya dilakukan pada satu hari itu saja sebagaimana puasa pada hari jum'at (makruh hukumnya mengkhususkan hari jum'at untuk berpuasa, tanpa didahului puasa pada hari sebelumnya atau diikuti puasa pada hari setelahnya), sehingga apabila seseorang tidak bisa berpuasa pada hari Tasu'a maka hendaknya ia berpuasa pada hari setelahnya (11 Muharram)









Sabtu, 10 November 2012

Ahad Pagi An Nuur



Jumat, 09 November 2012

KEUTAMAAN ZIARAH KE MAKAM RASULULLAH

KEUTAMAAN ZIARAH KE MAKAM RASULULLAH
 (Asy’ari Masduki, MA)

Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ زَارَ قَبْرِيْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ
“Barang siapa yang berziarah ke kuburku maka wajib baginya mendapat syafaatku”. (HR ad Daruquthni)

Salah satu amaliah sunnah yang biasa dilakukan oleh para jama’ah haji adalah ziarah ke Makam Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-. Makam Rasulullah terletak di dalam masjid Nabawi di Madinah al Munawarah, tepatnya di bawah qubbah Khadra’ (kubah hijau), di sampingnya dimakamkan dua sahabatnya yang mulia sayyidina Abu Bakar dan sayyidina Umar bin Khaththab. Dahulu tempat makam Rasulullah adalah rumah sayyidah Aisyah (istri Rasulullah), dan karena Rasulullah wafat di sana maka beliau juga dimakamkan disana. Sebab para nabi itu dikuburkan di tempat wafatnya. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-  bersabda:
الْأنبْيِاَءُ يُدْفَنُوْنَ حَيْثُ يَمُوْتُوْنَ
“Para Nabi itu dikuburkan sekira mereka meninggal dunia”
Ziarah ke makam Nabi adalah salah satu bentuk taqarrub kepada Allah yang barang siapa melakukannya maka ia akan mendapatkan pahala yang sangat besar. Kesunnahan ziarah ke makam Nabi ini adalah berdasarkan ijma’ (kesepakatan) semua ulama mujtahidin. Hukum sunnah berlaku bagi para penduduk Madinah dan seluruh umat Islam di belahan dunia (di timur maupun barat) di manapun dia berada, termasuk mereka yang tinggal di Indonesia. Baik bagi mereka yang tidak perlu melakukan safar (bepergian jauh) untuk menziarahinya atau bagi mereka yang memerlukan safar untuk menziarahinya. 
Dalam sebuah hadits, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ليَهْبِطَنَّ عِيْسَى ابنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَدْلًا، وَإِمَامًا مُقْسِطًا، وَلَيَسْلُكَنَّ فَجًّا حَاجًّا أَوْ مُعْتَمِرًا، أَوْ بِنِيَّتِهِمَا، وَلَيَأْتِيَنَّ قَبْرِيْ حَتَّى يُسَلِّمَ عَلَيَّ، وَلَأَرُدَّنَّ عَلَيْهِ
“Isa ibn Maryam betul-betul akan turun dan menjadi hakim yang adil dan imam yang adil, dan dia akan menempuh perjalanan untuk haji atau umrah atau dengan niat keduanya, dan benar-benar dia akan mendatangi kuburku sehingga dia mengucapkan salam padaku dan aku benar-benar akan menjawabnya. (Hadits dishahihkan oleh al Hakim dan disetujui oleh ad Dzahabiy)
Hadits  ini menjelaskan bahwa di antara tanda hari kiamat besar adalah turunnya Nabi Isa -‘alaihissalam-. Nabi Isa kemudian melakukan perjalanan ke Madinah untuk berziarah dan mengucapkan salam kepada nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam-. Dengan demikian,  tidak ada larangan bagi setiap orang untuk melakukan perjalanan jauh dengan tujuan berziarah ke makam nabi.
Diriwayatkan dari sayyidina Bilal bin Rabah bahwasanya ketika beliau berada di Negara Syam, beliau bermimpi melihat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-. Rasulullah bersabda pada Bilal: “sudah lama kamu tidak mengunjungiku wahai Bilal?”. Ketika sahabat Bilal bangun dari tidurnya, maka beliau langsung bergegas menaiki hewan tunggangannya dan melakukan perjalanan menuju makam Rasulullah di Madinah. Ketika telah sampai di makam Rasulullah, beliau masuk ke dalam makam nabi yang mulia dan menangis dengan membolak balikkan mukanya pada tanah makam Nabi. Perjalanan sahabat Bilal ini tidak memiliki tujuan lain kecuali hanya berziarah ke Makam Nabi. Ini menunjukkan bahwa boleh hukumnya bagi seseorang melakukan perjalanan jauh (safar) dengan tujuan hanya berziarah ke makam Rasulullah.
Adapun hadits yang dijadikan sebagai dalil kelompok Wahhabiyah (pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab dan Ibnu Taimiyah) untuk mengharamkan bepergian (safar) untuk berziarah ke makam Nabi yaitu sabda nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam-:
لَا تُشَدُّ الرِّحَالَ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجدَ: مَسْجِدِيْ هَذَا وَاْلَمسْجِدِ الْحَرَامِ وَاْلمسْجِدِ الأَقْصَى
“Janganlah kalian melakukan bepergian kecuali pada tiga mesjid: masjidku ini, masjid al Haram dan Masjid al Aqsha (HR al Bukhari dan Muslim dan lainnya)
Tidak seorangpun ulama, baik salaf maupun khalaf yang memahami hadits di atas seperti pemahaman sekte Wahhabiyah. Hadits tersebut mereka pahami bahwasanya tidak ada keutamaan yang lebih dalam perjalanan untuk shalat dalam sebuah masjid kecuali bepergian ke tiga masjid ini. Karena shalat di dalamnya dilipat gandakan pahalanya, shalat di Masjid al Haram dilipat gandakan sampai seratus ribu kali lipat, shalat di masjid an nabawi dilipatgandakan pahalanya sampai dengan seribu kali lipat dan shalat di Masjid al Aqsha dilipatgandakan pahalanya sampai lima ratus kali lipat). Pemahaman seperti ini berdasarkan sebauh hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad secara marfu’, bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda::
لَا يَنْبَغِيْ لِلْمَطِيِّ أَنْ تُشَدَّ رِحَالُهُ إِلَى مَسْجِدٍ يُبْتَغَى فِيْهِ الصَّلَاةُ غَيْرَ الْمَسْجِدِ اْلحَرَامِ وَاْلمَسْجِدِ اْلأَقْصَى وَمَسْجِدِيْ هَذَا

“Tidak seyogyanya bagi orang yang berjalan untuk bepergian ke sebuah masjid untuk melakukan shalat di dalamnya, selain masjid al Haram dan Masjid al Aqsha dan Masjidku ini”.

Berziarah ke makam Rasulullah –shallallahu ‘alahi wasallam- merupakan cita-cita setiap mukmin. Sebab ziarah ke makam nabi memiliki hikmah dan keutamaan yang sangat besar. Diantaranya adalah:

1.   Kabar gembira akan mati dalam keadaan beriman (husnul khatimah)
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ زَارَ قَبْرِيْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ
“Barang siapa yang berziarah ke kuburku maka wajib baginya mendapat syafaatku”. (HR ad Daruquthni, dan di anggap kuat oleh al al Hafidz Abdul Haq al Isybili dan al Hafidz Taqiyuddin as Subki dan al Hafidz as Suyuthi dan lainnya).
Dalam hadits lain, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ جَاءَنِي زَائِرًا لَايَهُمُّهُ إِلَّا زِيَارَتِيْ كَانَ حَقًّا عَلَيَّ أَنْ أَكُوْنَ لَهُ شَفِيْعًا يَوْمَ اْلقِيَامَةِ
“Barang siapa yang datang kepadaku untuk menziarahiku, tidak ada keperluan lain kecuali hanya menziarahiku maka saya pasti akan menjadi pensyafaat bagi dia pada hari kiamat. (Diriwayatkan oleh at Thabarani dan dishahihkan oleh al Hafidz Said ibn As Sakan)
Dua hadits di atas menjelaskan bahwa  seorang mukmin yang berziarah ke makam Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- dengan niat yang ikhlas karena Allah, maka ia berhak mendapatkan syafa’at Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini juga menjadi kabar gembira bagi mereka yang berkesempatan untuk berziarah ke makam nabi akan mati husnul khatimah (mati dalam keadaan membawa iman). Sebab syafa’at  Rasulullah pada hari kiamat hanya diberikan kepada orang-orang yang beriman. Allah ta’ala berfirman:
ãŸwur šcqãèxÿô±o žwÎ) Ç`yJÏ9 4Ó|Ós?ö$#  ÇËÑÈ
“Dan mereka tidak memberikan syafa’aat kecuali pada orang yang mendapatkan ridha Allah (orang beriman)”.(Q.S al Anbiya:28)
Mati husnul khatimah adalah cita-cita setiap mukmin, sebab orang yang mendapatkannya maka dia akan masuk surga, sebanyaknya apapun dosa yang dilakukannya, dan meskipun harus disiksa terlebih dahulu di dalam neraka apabila Allah tidak mengampuni dosa-dosanya. Agar kita mendapatkan jaminan mati husnul khatimah, setiap kita hendaknya menanamkan niat untuk dapat menziarahi makam Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- di Madinah.

2.  Menuai Ampunan Allah
Allah ta’ala berfirman:
 öqs9ur öNßg¯Rr& ŒÎ) (#þqßJn=¤ß öNßg|¡àÿRr& x8râä!$y_ (#rãxÿøótGó$$sù ©!$# txÿøótGó$#ur ÞOßgs9 ãAqߧ9$# (#rßy`uqs9 ©!$# $\/#§qs? $VJŠÏm§ ÇÏÍÈ
“Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (Q.S an Nisa’:64)
     Ayat di atas menjelaskan bahwa apabila seseorang yang melakukan perbuatan dosa, berziarah ke makam Rasulullah untuk meminta ampunan kepada Allah, maka Rasulullah akan memintakan ampunan untuknya. Sehingga dosa-dosanya diampuni oleh Allah ta’ala. Ayat di atas bersifat umum, baik ketika Rasulullah masih hidup atau setelah meninggal dunia dengan cara berziarah ke makam beliau.

3.  Mendapatkan Berkah Rasulullah
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah makhluk yang paling mulia, lebih mulia dari para malaikat, lebih mulia dari ka’bah dan lebih mulia dari amal shalih yang kita perbuat. Seluruh perkara yang berkaitan dengan beliau adalah mengandung berkah dan kebaikan, baik ketika beliau masih hidup maupun setelah beliau wafat. Karena itu para sahabat dan para ulama salaf sejak dahulu selalu menyempatkan diri untuk berziarah ke makam Rasulullah untuk bertabarruk dengan beliau.
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnadnya dan at Thabarani dalam al Mu’jam al Kabir dan al Ausath dari sahabat Abu Ayub al Anshari, bahwa pada suatu hari ia datang berziarah ke makam Nabi dan meletakkan mukanya di atas kubur karena rindu dan untuk bertabaruk dengan nabi. Pada saat itu  muncul Marwan, ia mengatakan: “Apakah kamu tahu yang sedang kamu kerjakan?”, Kemudian Abu Ayub menoleh padanya dan berkata: “Ya, aku datang pada Rasulullah dan aku tidak datang pada sebuah batu, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda:
لَا تَبْكُوْا عَلَى الدِّيْنِ إِذَا وَلِيَهُ أَهْلُهُ وَلَكِن ابْكُوْا عَلَيْهِ إِذَا وَلِيَهُ غَيْرُ أَهْلِهِ
“ Janganlah kalian menangisi agama ini jika dipegang oleh ahlinya, akan tetapi tangisilah agama ini jika agama ini dipegang oleh orang-orang yng bukan ahlinya”