KEUTAMAAN ZIARAH KE MAKAM RASULULLAH
(Asy’ari Masduki, MA)
Rasulullah –shallallahu
‘alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ زَارَ قَبْرِيْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ
“Barang
siapa yang berziarah ke kuburku maka wajib baginya mendapat syafaatku”.
(HR ad Daruquthni)
Salah satu amaliah sunnah yang biasa dilakukan oleh para jama’ah
haji adalah ziarah ke Makam Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-. Makam
Rasulullah terletak di dalam masjid Nabawi di Madinah al Munawarah, tepatnya di
bawah qubbah Khadra’ (kubah hijau), di sampingnya dimakamkan dua
sahabatnya yang mulia sayyidina Abu Bakar dan sayyidina Umar bin Khaththab.
Dahulu tempat makam Rasulullah adalah rumah sayyidah Aisyah (istri Rasulullah),
dan karena Rasulullah wafat di sana maka beliau juga dimakamkan disana. Sebab
para nabi itu dikuburkan di tempat wafatnya. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi
wasallam- bersabda:
الْأنبْيِاَءُ يُدْفَنُوْنَ
حَيْثُ يَمُوْتُوْنَ
“Para Nabi itu dikuburkan sekira mereka meninggal dunia”
Ziarah ke makam Nabi adalah salah satu bentuk taqarrub
kepada Allah yang barang siapa melakukannya maka ia akan mendapatkan pahala
yang sangat besar. Kesunnahan ziarah ke makam Nabi ini adalah berdasarkan ijma’
(kesepakatan) semua ulama mujtahidin. Hukum sunnah berlaku bagi para
penduduk Madinah dan seluruh umat Islam di belahan dunia (di timur maupun
barat) di manapun dia berada, termasuk mereka yang tinggal di Indonesia. Baik
bagi mereka yang tidak perlu melakukan safar (bepergian jauh) untuk
menziarahinya atau bagi mereka yang memerlukan safar untuk menziarahinya.
Dalam sebuah
hadits, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ليَهْبِطَنَّ عِيْسَى ابنُ مَرْيَمَ حَكَمًا
عَدْلًا، وَإِمَامًا مُقْسِطًا، وَلَيَسْلُكَنَّ فَجًّا حَاجًّا أَوْ مُعْتَمِرًا،
أَوْ بِنِيَّتِهِمَا، وَلَيَأْتِيَنَّ قَبْرِيْ حَتَّى يُسَلِّمَ عَلَيَّ، وَلَأَرُدَّنَّ
عَلَيْهِ
“Isa
ibn Maryam betul-betul akan turun dan menjadi hakim yang adil dan imam yang
adil, dan dia akan menempuh perjalanan untuk haji atau umrah atau dengan niat
keduanya, dan benar-benar dia akan mendatangi kuburku sehingga dia mengucapkan
salam padaku dan aku benar-benar akan menjawabnya.
(Hadits dishahihkan oleh al Hakim dan disetujui oleh ad Dzahabiy)
Hadits ini menjelaskan bahwa di antara tanda hari
kiamat besar adalah turunnya Nabi Isa -‘alaihissalam-. Nabi Isa kemudian
melakukan perjalanan ke Madinah untuk berziarah dan mengucapkan salam kepada
nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam-. Dengan demikian, tidak ada larangan bagi setiap orang untuk
melakukan perjalanan jauh dengan tujuan berziarah ke makam nabi.
Diriwayatkan dari
sayyidina Bilal bin Rabah bahwasanya ketika beliau berada di Negara Syam,
beliau bermimpi melihat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-. Rasulullah
bersabda pada Bilal: “sudah lama kamu tidak mengunjungiku wahai Bilal?”.
Ketika sahabat Bilal bangun dari tidurnya, maka beliau langsung bergegas menaiki
hewan tunggangannya dan melakukan perjalanan menuju makam Rasulullah di
Madinah. Ketika telah sampai di makam Rasulullah, beliau masuk ke dalam makam
nabi yang mulia dan menangis dengan membolak balikkan mukanya pada tanah makam
Nabi. Perjalanan sahabat Bilal ini tidak memiliki tujuan lain kecuali hanya
berziarah ke Makam Nabi. Ini menunjukkan bahwa boleh hukumnya bagi seseorang
melakukan perjalanan jauh (safar) dengan tujuan hanya berziarah ke makam
Rasulullah.
Adapun hadits yang dijadikan sebagai dalil kelompok Wahhabiyah
(pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab dan Ibnu Taimiyah) untuk mengharamkan
bepergian (safar) untuk berziarah ke makam Nabi yaitu sabda nabi –shallallahu
‘alaihi wasallam-:
لَا تُشَدُّ الرِّحَالَ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ
مَسَاجدَ: مَسْجِدِيْ هَذَا وَاْلَمسْجِدِ الْحَرَامِ وَاْلمسْجِدِ الأَقْصَى
“Janganlah
kalian melakukan bepergian kecuali pada tiga mesjid: masjidku ini, masjid al
Haram dan Masjid al Aqsha (HR al Bukhari dan Muslim dan lainnya)
Tidak seorangpun ulama, baik salaf maupun khalaf yang memahami hadits di
atas seperti pemahaman sekte Wahhabiyah. Hadits tersebut mereka pahami
bahwasanya tidak ada keutamaan yang lebih dalam perjalanan untuk shalat
dalam sebuah masjid kecuali bepergian ke tiga masjid ini. Karena shalat di
dalamnya dilipat gandakan pahalanya, shalat di Masjid al Haram dilipat gandakan
sampai seratus ribu kali lipat, shalat di masjid an nabawi dilipatgandakan pahalanya
sampai dengan seribu kali lipat dan shalat di Masjid al Aqsha dilipatgandakan pahalanya
sampai lima ratus kali lipat). Pemahaman seperti ini berdasarkan sebauh hadits
yang diriwayatkan oleh imam Ahmad secara marfu’, bahwa Rasulullah –shallallahu
‘alaihi wasallam- bersabda::
لَا يَنْبَغِيْ لِلْمَطِيِّ أَنْ تُشَدَّ
رِحَالُهُ إِلَى مَسْجِدٍ يُبْتَغَى فِيْهِ الصَّلَاةُ غَيْرَ الْمَسْجِدِ اْلحَرَامِ
وَاْلمَسْجِدِ اْلأَقْصَى وَمَسْجِدِيْ هَذَا
“Tidak seyogyanya
bagi orang yang berjalan untuk bepergian ke sebuah masjid untuk melakukan
shalat di dalamnya,
selain masjid al Haram dan Masjid al Aqsha dan Masjidku ini”.
Berziarah
ke makam Rasulullah –shallallahu ‘alahi wasallam- merupakan cita-cita
setiap mukmin. Sebab ziarah ke makam nabi memiliki hikmah dan keutamaan yang
sangat besar. Diantaranya adalah:
1. Kabar
gembira akan mati dalam keadaan beriman (husnul khatimah)
Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ زَارَ قَبْرِيْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ
“Barang
siapa yang berziarah ke kuburku maka wajib baginya mendapat syafaatku”.
(HR
ad Daruquthni, dan di anggap kuat oleh al al Hafidz Abdul Haq al Isybili dan al
Hafidz Taqiyuddin as Subki dan al Hafidz as Suyuthi dan lainnya).
Dalam
hadits lain, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ جَاءَنِي زَائِرًا لَايَهُمُّهُ إِلَّا
زِيَارَتِيْ كَانَ حَقًّا عَلَيَّ أَنْ أَكُوْنَ لَهُ شَفِيْعًا يَوْمَ اْلقِيَامَةِ
“Barang siapa yang datang kepadaku untuk menziarahiku, tidak ada
keperluan lain kecuali hanya menziarahiku maka saya pasti akan menjadi
pensyafaat bagi dia pada hari kiamat. (Diriwayatkan
oleh at Thabarani dan dishahihkan oleh al Hafidz Said ibn As Sakan)
Dua
hadits di atas menjelaskan bahwa seorang
mukmin yang berziarah ke makam Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- dengan
niat yang ikhlas karena Allah, maka ia berhak mendapatkan syafa’at Rasulullah –shallallahu
‘alaihi wasallam. Hal ini juga menjadi kabar gembira bagi mereka yang
berkesempatan untuk berziarah ke makam nabi akan mati husnul khatimah (mati
dalam keadaan membawa iman). Sebab syafa’at
Rasulullah pada hari kiamat hanya diberikan kepada orang-orang yang
beriman. Allah ta’ala berfirman:
ãwur cqãèxÿô±o wÎ) Ç`yJÏ9 4Ó|Ós?ö$#
ÇËÑÈ
“Dan mereka
tidak memberikan syafa’aat kecuali pada orang yang mendapatkan ridha Allah
(orang beriman)”.(Q.S al Anbiya:28)
Mati husnul
khatimah adalah cita-cita setiap mukmin, sebab orang yang mendapatkannya
maka dia akan masuk surga, sebanyaknya apapun dosa yang dilakukannya, dan
meskipun harus disiksa terlebih dahulu di dalam neraka apabila Allah tidak
mengampuni dosa-dosanya. Agar kita mendapatkan jaminan mati husnul khatimah,
setiap kita hendaknya menanamkan niat untuk dapat menziarahi makam Rasulullah –shallallahu
‘alaihi wasallam- di Madinah.
2. Menuai
Ampunan Allah
Allah
ta’ala berfirman:
öqs9ur öNßg¯Rr& Î) (#þqßJn=¤ß öNßg|¡àÿRr& x8râä!$y_ (#rãxÿøótGó$$sù ©!$# txÿøótGó$#ur ÞOßgs9 ãAqߧ9$# (#rßy`uqs9 ©!$# $\/#§qs? $VJÏm§ ÇÏÍÈ
“Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu
memohon ampun kepada Allah, dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka,
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (Q.S an Nisa’:64)
Ayat
di atas menjelaskan bahwa apabila seseorang yang melakukan perbuatan dosa,
berziarah ke makam Rasulullah untuk meminta ampunan kepada Allah, maka
Rasulullah akan memintakan ampunan untuknya. Sehingga dosa-dosanya diampuni
oleh Allah ta’ala. Ayat di atas bersifat umum, baik ketika Rasulullah masih
hidup atau setelah meninggal dunia dengan cara berziarah ke makam beliau.
3. Mendapatkan
Berkah Rasulullah
Rasulullah –shallallahu
‘alaihi wasallam- adalah makhluk yang paling mulia, lebih mulia dari para
malaikat, lebih mulia dari ka’bah dan lebih mulia dari amal shalih yang kita
perbuat. Seluruh perkara yang berkaitan dengan beliau adalah mengandung berkah
dan kebaikan, baik ketika beliau masih hidup maupun setelah beliau wafat.
Karena itu para sahabat dan para ulama salaf sejak dahulu selalu menyempatkan
diri untuk berziarah ke makam Rasulullah untuk bertabarruk dengan beliau.
Diriwayatkan oleh
Ahmad dalam musnadnya dan at Thabarani dalam al Mu’jam al Kabir dan al Ausath
dari sahabat Abu Ayub al Anshari, bahwa pada suatu hari ia datang berziarah ke
makam Nabi dan meletakkan mukanya di atas kubur karena rindu dan untuk bertabaruk
dengan nabi. Pada saat itu muncul
Marwan, ia mengatakan: “Apakah kamu tahu yang sedang kamu kerjakan?”,
Kemudian Abu Ayub menoleh padanya dan berkata: “Ya, aku datang pada
Rasulullah dan aku tidak datang pada sebuah batu, Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alihi wasallam bersabda:
لَا تَبْكُوْا عَلَى الدِّيْنِ إِذَا وَلِيَهُ أَهْلُهُ
وَلَكِن ابْكُوْا عَلَيْهِ إِذَا وَلِيَهُ غَيْرُ أَهْلِهِ
“
Janganlah kalian menangisi agama ini jika dipegang oleh ahlinya, akan tetapi
tangisilah agama ini jika agama ini dipegang oleh orang-orang yng bukan ahlinya”