KEWAJIBAN - KEWAJIABAN HATI
Ust. Asy`ari Masduki, MA
أَلاَ إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ اْلجَسَدُ
كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَد َالْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ اْلقَلْبُ
“Ketahulilah bahwa di dalam jasad itu ada
segumpal darah, apabila dia baik maka seluruh jasad akan menjadi baik dan
apabila dia rusak maka seluruh jasad akan menjadi rusak, ketahuilah dia adalah
hati” (Muttafaq ‘Alaihi)
Berdasarkan
hadits di atas dapat diketahui bahwa hati
adalah pemimpin anggota badan manusia lainnya, sehingga hati menjadi penentu
baik buruknya seseorang. Mengingat begitu pentingnya peran hati bagi
manusia, maka pada pada
edisi kali ini akan diuraikan tentang kewajiban-kewajiban hati, agar kita dapat
menata hati dengan benar yaitu:
1.
Ikhlas
Di antara kewajiban hati
adalah ikhlas dalam beramal ketaatan. Ikhlas artinya memurnikan niat dari
keinginan untuk mendapatkan pujian dan penghormatan dari orang lain ketika
melakukan suatu amal sholih. Allah ta’ala berfirman:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا
وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa yang menginginkan liqa (ridla) Allah maka hendaknya
dia beramal shalih janganlah ia mensekutukan dengan seorangpun ketika melakukan
amal ibadah kepada Tuhan-nya” (surat
…..:110)
Dalam ayat ini terdapat
larangan untuk berbuat riya’ karena riya adalah syirik kecil yaitu dosanya
sangat besar sekali. Al-imam al-Hakim
meriwayatkan dalam kitabnya al-Mustadrok bahwa Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
اتَّقُوا الرِّيَاءَ فَإِنَّهُ الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ
“Jauhilah riya’, karena sesungguhnya ia adalah
syirik kecil” (Dishahihkan oleh
al-Hakim dan disetujui oleh azl-Zlahabi)
2.
Tawakkal
Allah
ta’ala berfirman:
وَعَلىَ اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ اْلمُؤْمِنُوْنَ
“Dan
terhadap Allah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal” (Q.S
al-Mujadalah: 10)
Tawakkal adalah berpasrah diri, maka merupakan suatu hal yang diwajibkan
kepada setiap hamba untuk berpasrah diri secara total hanya kepada Allah,
karena hanya Allah yang menciptakan semua makhluk baik berupa suatu hal yang
bermanfaat ataupun hal yang membahayakan serta semua makhluk yang ada. Jika
seorang hamba telah meyakini hal ini dan memantapkan hatinya pada keyakinan
ini, maka niscaya hatinya akan tenang dan ia akan bertawakkal kepada Allah
dalam segala hal baik masalah rizki, keselamatan dari bencana dan lain-lain.
Jadi
pengertian tawakkal secara umum adalah memasrahkan semua hal kepada Allah dan
meyakini hal itu serta melakukan sebab-sebab menuju hal tersebut.
3.
Al Muraqabah Lillah
Al
muraqabah lillah adalah senantiasa
menghadirkan di dalam hati rasa takut kepada Allah dengan cara menjahui semua
hal yang menyebabkan ia lalai dari melakukan hal-hal yang diwajibkan kepada
hamba. Sebab itulah ketika seseorang memasuki usia taklif untuk pertama kalinya
maka diwajibkan kepadanya untuk berniat dan bertekad bulat bahwa ia akan
melakukan semua hal yang diwajibkan Allah atas setiap hamba yaitu melakukan
semua kewajiban yang diembankan atasnya serta menjauhi semua hal yang di
haramkan.
Allah ta’ala berfirman
dalam surat ali ‘Imran: 175:
فَلَا تَخَافُوْهُمْ وَخَافُوْنِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
“Karena itu janganlah kamu takut kepada
mereka, tetapi takutlah kepadaku, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.
4. Ridlo kepada Allah
Diwajibkan pada setiap mukallaf untuk ridlo kepada Allah yaitu tidak
protes kepada Allah baik secara keyakinan, juga tidak protes secara ucapan.
Tidak protes terhadap Qodlo dan Qodar Allah, akan tetapi ridlo kepada Allah tabaroka
wa ta’alaa yang telah metaqdirkan kebaikan dan yang telah mentaqdirkan
keburukan, yang telah mentaqdirkan kemanisan dan kepahitan hidup, kegembiraan
dan kesusahan, kelapangan dan kesempitan. Akan tetapi sambil membedakan antara
mana yang baik dan mana yang buruk, karena sesungguhnya al-maqdur yaitu
makhluk ada yang diridlai oleh Allah dan ada yang dimurkai oleh Allah.
Maka al-maqdli
yang diridlai oleh Allah diwajibkan
kepada hamba untuk mencintainya, dan al-maqdli yang tidak diridlai oleh
Allah maka diwajibkan oleh hamba untuk membencinya seperti hal-hal yang
diharamkan. Akan tetapi tidak membenci sifat Allah (taqdirullah) yang
dengan sifat tersebut Allah telah menentukan kedua hal tersebut.
Perbuatan maksiat adalah termasuk hal yang
adanya karena ditentukan oleh Allah, maka diwajibkan atas hamba untuk membenci
perbuatan maksiat dikarenakan Allah tidak meridlainya dan melarang
hamba-hamba-Nya untuk melakukannya.
Maka dari
penjelasan ini telah jelaslah bahwa antara beriman kepada qodlo dan qadar
(yaitu sifat menentukan bagi Allah) dan antara membenci sebagian makhluk
ciptaan Allah seperti kemaksian tidaklah terdapat pertentangan, hal ini karena
yang diwajibkan atas hamba untuk meridloinya adalah al-qodar yang
merupakan sifat taqdir (menentukan) bagi Allah dan sifat tersebut adalah
azali. Dan sedangkan yang diwajibkan atas hamba untuk membencinya adalah al-maqdurat
dan al-maqdliyat yang diharamkan dalam agama.
5.
Syukur
Di antara
kewajiban hati adalah syukur. Syukur itu ada dua; syukur yang wajib dan syukur
yang sunnah. Syukur yang wajib yaitu perbuatan yang wajib dilakukan oleh setiap
hamba dimana perbuatan tersebut menunjukkan akan pengagungan Allah yang telah
memberinya dan hamba-hamba yang lainnya nikmat, syukur ini dilakukan dengan
cara meninggalkan semua kemaksiatan kepada Allah. Inilah syukur yang diwajibkan
atas setiap hamba, maka barangsiapa yang menajaga hati dan semua anggota
tubuhnya serta menjaga segala apa yang telah Allah anugerahkan kepadanya,
niscaya ia termasuk hamba yang bersyukur (asy-syakir). Kemudian jika ia
senantiasa tetap teguh dalam hal ini maka ia akan menjadi asy-syakur.
Allah Ta’ala berfirman”
وَقَلِيْلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ
“Dan sedikit dikalangan hamba-Ku yang menjadi
hamba yang besyukur (asy-syakur)”
(surat saba’: 13)
Dan asy-syakur
(orang-orang yang bertakwa) lebih sedikit dari pada asy-syakir yang
derajatnya masih di bawah asy-syakur.
Dan
syukur yang sunnah adalah dengan memuji Allah dengan ucapan yang menunjukkan
bahwa Allah yang telah menganugerahkan kepada hamba-hamba-Nya nikmat yang
teramat banyak sehingga tak mampu seorang hambapun untuk menghitungnya.
6.
Sabar
Makna
dari kesabaran adalah mengekang hawa nafsu dan memaksanya untuk melakukan diri
dari hal-hal yang tidak ia senangi atau mengekangnya dalam meninggalkan
kelezatan duniawi. Dan sabar yang diwajibkan kepada setiap mukallaf adalah
kesabaran dalam melaksanakan hal-hal diwajibkan atasnya serta bersabar dalam
menjauhi hal-hal yang Allah haramkan, dalam artian menahan nafsu dalam menjauhi
semua hal yang diharamkan, serta bersabar dalam mengahadapi cobaan yang Allah
berikan pada hamba dalam artian tidak protes kepada Allah atau tidak terjerumus
kedalam hal-hal yang diharamkan dikarenakan musibah tersebut.
Berapa
banyak dari kalangan makluk yang terjatuh dalam perbuatan maksiat dikarenakan
mereka tidak bersabar dalam menghadapi musibah. Dan mereka ini bermacam-macam,
diantara mereka ada yang keluar dari Islam (murtad) ketika ditimpa musibah, dan
diantara mereka ada yang terjatuh pada kemaksiatan yang tidak sampai pada
derajat kekufuran seperti berusaha untuk mendapatkan harta dengan jalan yang
haram; melakukan transaksi yang diharamkan, atau mendapatkan harta dengan cara
berdusta dan lain-lain sebagaimana yang terjadi pada banyak orang karena
disebabkan kefaqiran.
salam kenal dari remaja islam masjid al barokah putuk kandangan kediri ( risma)
BalasHapus