Jumat, 11 Februari 2011

Makna Dua Kalimah Syahadat

    Buletin Jum`at An Nuur  Edisi III Jum`at 01 R. Awal 1432H     
       
Makna Dua Kalimah Syahadat
Ust. Asy’ari Masduki, MA

Membaca dua kalimah syahadat adalah pintu Islam. Orang kafir yang hendak masuk Islam disyaratkan membaca dua kalimah syahadat, dan tidak sah tanpanya.

- Makna Syahadat Pertama
Secara global, makna syahadat pertama dijelaskan oleh para ulama dengan dua makna, sebagai berikut: 

Pertama, pengakuan dengan lisan yang disertai dengan keyakinan dalam hati bahwa tidak ada sesembahan yang disembah dengan benar kecuali hanya Allah. Maksud dari syahadat pertama adalah menafikan (meniadakan) uluhiyah (ketuhanan/yang disembah dengan benar) dari segala sesuatu selain Allah, dan menetapkan ketuhanan (uluhiyah) hanya pada Allah ta’ala. Dengan demikian, segala sesembahan selain Allah adalah sesembahan yang disembah dengan batil, salah dan keliru.

Kedua, Pengakuan dengan lisan yang disertai dengan keyakinan dalam hati bahwa tidak ada pencipta selain Allah. Segala sesuatu selain Allah adalah makhluk (ciptaan) Allah ta’ala, Allah yang mengadakannya dari tidak ada menjadi ada. Allah adalah pencipta langit dengan segala isinya, Allah adalah pencipta bumi dengan segala isinya. Allah adalah pencipta makhluk dan perbuatan yang dikerjakannya. Allah pencipta kebaikan dan keburukan, pencipta keimanan dan kekufuran, pencipta ketaatan dan kemaksiatan, pencipta manfaat dan madharrat. Allah adalah pencipta para malaikat dan para nabi yang senantiasa taat kepadanya dan Allah juga yang menciptakan Iblis dan syetan yang senantiasa kufur dan inkar kepada-Nya. Perbedaannya, bahwa kebaikan, keimanan dan ketaatan terjadi dengan ridha dan perintah Allah, sementara keburukan, kemaksiatan dan kekufuran dibenci dan dimurkai Allah ta’ala. Allah ta’ala berfiman:
Dan Allah menciptakan segala sesuatu” (Q.S al Furqan: 2)

- Makna Syahadat kedua
Secara global makna syahadat kedua adaah pengakuan dengan lisan disertai dengan keyakinan dalam hati bahwa Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf al-Qurasyi adalah hamba dan rasul (utusan Allah) pada seluruh manusia dan jin. Wajib diketahui bahwa beliau berasal dari kabilah Quraisy (pemimpin kabilah-kabilah arab), dan bahwa beliau dilahirkan di Makkah dan diangkat menjadi nabi ketika beliau tinggal di sana, hijrah ke Madinah kemudian wafat dan dimakamkan di sana (tepatnya di rumah Aisyah, tempat wafatnya beliau, karena seorang nabi dimakamkan ditempat meninggalnya).
Juga wajib diyakini bahwasanya beliau selalu benar dan jujur dalam setiap berita yang disampaikannya dari Allah dan tidak pernah salah. Karena semua yang beliau sampaikan adalah wahyu dari Allah. Allah ta’ala berfirman:
Dan tidaklah dia berkata berdasarkan hawa nasu melainkan dia adalah wahyu yang diwahyukan.(Q.S an Najm: 3-4)

Secara umum perkara yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya terkelompokkan pada tiga bagian:
1. Berupa berita tentang kejadian yang telah terjadi pada masa lalu, seperti cerita tentang nabi-nabi dan umat-umat terdahulu.
2. Berupa hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan dan ucapan manusia, perkataan ini halal dan perkataan itu haram, perbuatan ini halal dan perbuatan itu haram.
3. Berupa berita tentang kejadian yang akan terjadi pada masa yang akan datang baik di dunia, di alam kubur dan di akhirat.
Juga termasuk kandungan makna syahadat kedua adalah kewajiban meyakini bahwa nabi Muhammad adalah penutup para nabi, tidak ada nabi setelah beliau, dan beliau adalah pemimpin manusia seluruhnya.

Forum Tanya Jawab:
1. Bagaimana hukumnya apabila seseorang hanya beriman dengan Allah saja, tidak beriman dengan nabi Muhammad?
Hukumnya masih kafir, sebab syahadat pertama saja tidak cukup untuk sahnya keimanan, tanpa dibarengi dengan syahadat kedua. Allah ta’ala berfirman:
Dan barangsiapa yang tidak beriman kepada Allah dan rasul-Nya Maka Sesungguhnya kami menyediakan untuk orang-orang yang kafir neraka yang bernyala-nyala”.(Q.S al Fath: 13)

2. Apa yang dimaksud dengan tawasul dan apa hukumnya?
Tawasul artinya meminta kepada Allah datangnya manfaat dan terhindarnya bahaya dengan menyebut nama seorang nabi atau wali sebagai bentuk penghormatan terhadap keduanya.
Tawasul dibolehkan dalam Islam. Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh at Thabarani, at Tirmidzi, an Nawawi, Ibn al Jazari dan lainnya, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah mengajarkan do’a tawasul pada seorang sahabat yang buta, beliau memerintahkannya untuk shalat dua rekaat kemudian berdo’a dengan do’a tawasul di bawah ini:
اللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي لِتُقْضَى لِيْ
Bagi umat Islam, kedudukan tawasul adalah sebagai sebab syar’y terkabulnya do’a seseorang, sebagaimana obat berkedudukan sebagai sebab sembuhnya penyakit. Karena seorang muslim meyakini bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu, pencipta manfaat dan madharrat, sehingga ketika mereka bertawasul dengan seorang nabi atau wali, tidak ada sama sekali dalam hati mereka keyakinan bahwa nabi atau wali itu yang memberi manfaat atau madharrat, tetapi keduanya hanyalah sebagai sebab, bukan pencipta. 

3. Apa hukum bersujud kepada raja atau orang tua?
Bersujud kepada manusia hukumnya diperinci; 
1) apabila bertujuan untuk menghormatinya maka hukumnya haram. 
2) apabila bertujuan untuk beribadah (menyembah) nya maka hukumnya kufur. 
Berbeda dengan syari’at sebagian Rasul sebelumnya yang memperbolehkan bagi seseorang sujud kepada manusia lain dengan tujuan menghormat, seperti yang dilakukan malaikat pada nabi Adam dan nabi Syu’aib bersama saudara nabi Yusuf terhadap nabi Yusuf.
Telah diriwayatkan dalam hadits shahih bahwa ketika sahabat Mu’adz bin Jabal datang dari Syam, beliau bersujud kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah bertanya: Apa yang engkau lakukan ini? Mu’adz menjawab: Wahai Rasulullah aku telah melihat penduduk Syam bersujud kepada panglima dan pemimpin-pemimpin mereka serta uskup-uskup mereka, dan engkau lebih layak menerima sujud tersebut. Maka Rasulullah bersabda:
لاَ تَفْعَلْ ، لَوْ كُنْتُ ءَامِرَ أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ اْلَمرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“jangan kamu lakukan, apabila aku memerintahkan seseorang untuk bersujud maka aku pasi memerintahkan seorang perempuan bersujud pada suaminya”(HR Ibnu Hibban, al Baihaqi dal kitab Sunan).

3 komentar:

  1. Semoga memberikan manfaat pada semua

    BalasHapus
  2. Bermanfaat insya Allah, Ustadz.
    Tapi bagaimana dengan mayoritas ulama , kyai, dan asatidz yang membiarkan penerapan sistem kufur dan menolak syariat islam. Apakah mereka juga termasuk memiliki syahadat ke dua? Jazakumullah khairon katsiiran.

    BalasHapus
  3. Anonim.....
    Tidak benar bahwa mayoritas ulama. Kyai dan asatidz membiarkan penerapan system kufur dan menolak syari’at Islam. Perlu anda ketahui bahwa yang mereka lakukan saat ini adalah mengajarkan syari’at Islam ke sebanyak mungkin ummat Islam sehingga mereka dapat memahaminya kemudian menerapkannya dalam kehidupan mereka. Itulah usaha maksimal yang dapat mereka lakukan. Nahi munkar ada kaidah-kaidahnya yang harus dilaksanakan:
    1. Berdasarkan kemampuan, apabila mampu dengan tangan apabila tidak dengan lisan dan apabila juga tidak mampu maka mengingkarinya dengan hati.
    2. Nahi munkar tidak boleh menimbulkan mafsadah (kerusakan) yang lebih besar. Perhatikan, metode nahi munkar yang dilakukan oleh sebagian yang mengaku umat Islam yang melakukan nahi munkar dengan kekerasan, mencaci pemerintah, atau dengan demonstrasi! Hasilnya bukan manfaat justru Islam semakin terpojokkan dan semakin ditindas oleh bangsa barat.
    Terakhir, kita tidak boleh menuduh (suudzan) kepada sesame umat Islam apalagi para ulamanya yang tentu kehidupan mereka hanya diperuntukkan untuk Islam.
    Semoga dapat dipahami.

    BalasHapus