Pendidikan Anak
Dalam Islam
Allah
ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
عَلَيْهَا
“Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri
kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu”
Anak
adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Hati seorang anak adalah mutiara yang
sangat berharga yang masih bersih dari lukisan dan pahatan, sehingga dia akan
menerima pahatan apapun dari pemiliknya, dia akan cenderung pada sesuatu yang
diarahkan kepadanya. Apabila dibiasakan dan ajarkan kebaikan, maka dia akan
tumbuh dalam kebaikan dan akan bahagia di dunia dan akhirat. Orang tua, guru
dan para pendidiknyapun akan mendapatkan pahala kebaikan sang anak. Namun
apabila seorang seorang anak diajarkan dan dibiasakan dengan keburukan atau
dibiarkan tumbuh seperti binatang tanpa pendidikan maka dia akan celaka. Orang tuanyapun ikut
menanggung dosanya. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
كُلُّ
مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوّدَانِهِ أَوْ يُنَصّرَانِهِ
أَوْيُمَجّسَانِهِ
“Setiap
bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (siap untuk menerima Islam sebagai
agamanya), kemudian kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani
atau Majusi”
Menjaga
anak adalah dengan mendidik dan mengajarkan kepada mereka akhlak yang mulia dan
menjaganya dari teman yang tidak baik. Seorang anak tidak seyogyanya dibiasakan
untuk bersenang-senang dan ditanamkan perasaan cinta terhadap perhiasan dan
kemewahan, sebab jika telah dibiasakan hidup mewah sejak kecil, ketika besar
umurnya akan hanya dihabiskan untuk mencari dan menumpuk harta benda dan
kemewahan.
Di awal pertumbuhannya seorang ayah
hendaknya menyerahkan pengasuhannya dan penyusuannya pada seorang perempuan
shalihah yang taat dalam beragama dan memakan makanan yang halal. Karena susu
yang dihasilkan dari makanan yang haram tidak ada berkah dan kebaikannya,
sehingga apabila diminumkan kepada seorang anak, maka dapat menyebabkan sifat
dan tabiat sang anak cenderung mengarah pada keburukan.
Sejak dini hendaknya orang tua
selalu mengamati sifat dan tabiat sang anak. Apabila sang ank memiliki sifat
malu maka ini adalah petunjuk akan kebaikan akhlaknya dan bersihnya hati, dan
seyogyanya orang tua mendidiknya dengan cara memanfaatkan sifat pemalunya
tersebut.
Pada umur dua atau tiga tahun
biasanya seorang anak cenderung makan dengan tidak baik, orang tua hendaknya
mendidiknya untuk makan dengan cara yang baik, misalnya agar sang anak
memulainya dnegan basmalah, dengan menggunakan tangan kanan, memakan makanan
yang ada di dekatnya, tidak buru-buru makan sebelum orang lain, tidak buru-buru
ketika makan, tidak bersambungan pulukannya, tidak mengotori tangan dan
pakainnya dengan makanan. Dibiasakan untuk memakan makanan yang sederhana,
tidak selalu daging dan tidak berlebihan, tidak banyak makannya, ditekankan
kepada anak untuk makan sedikit. Seorang anak juga dibiasakan untuk mencintai
pakaian warna putih.
Setelah sang anak mumayyiz (telah
sampai pada umur dimana sang anak telah mampu memahami pertanyaan dan
menjawabnya) orang tua harus mengajarkan kepada sang anak ilmu-ilmu agama.
Diajarkan kepadanya dasar-dasar akidah bahwa Allah maha suci dari serupa dengan
makhluk-Nya, Allah bukan benda dan tidak disifati dengan sifat benda. Juga
diajarkan kepada anak hokum-hukum yang berkaitan dengan thaharah (bersuci),
shalat, puasa serta diperintahkan untuk melaksanakannya. Juga diajarkan kepada
anak kewajiban hati, maksiat anggota badan seperti maksiat perut, kaki, tangan,
farji, badan dan lainnya. Kemudian diajarkan juga kepada anak al Qur’an,
hadits-hadits pilihan dan cerita-cerita para shalihin agar tertanam dalam hati
sang anak rasa cinta kepada orang-orang shalih.
Kemudian ketika sang anak sudah
menunjukakan perilakunya yang baik hendaknya orang tua memuliakannya dan
memebrinya penghargaan. Apabila suatu ketika sang anak berbuat salah hendaknya
orang tua melupakannya terutama apabila sang anak terlihat berusaha
menyembunyikan kesalahannnya tersebut. Apabila dia mengulanginya lagi, maka
orang tua memberinya peringatan untuk tidak mengulanginya lagi. Tetapi
janganlah peringatan tersebut dilakukan terus-menerus, karena menjadikan sang
anak kebal terhadap peringatan orang tua.
1.
Sang ayah harus
menjaga kewibawaan ucapannya di depan anak, sementara sang ibu menakut-nakuti
sang anak dengan ayahnya.
2.
Dilarang untuk
tidur siang terlalu lama karena akan menjadikan anak pemalas
3.
Dilarang untuk
tidur di tempat yang empuk dan lembut agar badannya menjadi kuat, tidak lemah
4.
Dibiasakan untuk tidak terlalu cepat dalam
berjalan
5.
Diajarkan untuk
tidak menyombongkan diri dengan sesuatu yang dimiliki kedua orang tuanya
6.
Diajarkan bahwa
yang lebih baik adalah memberi dari pada menerima
7.
Diajarkan kepadanya
buruknya emas dan perak
8.
Dijarkan tata cara
duduk, dilarang untuk duduk jigrang dan tidak membelakangi orang lain serta
tidak menguap di depan orang lain
9.
Dilarang untuk
banyak berbicara
10.
Dilarang untuk
bersumpah baik bersumpah benar ataupun bohong agar tidak terbiasa bersumpah
11.
Dilarang untuk
memulai berbicara terlebih dahulu dan tidak berkata kecuali sekedar menjawab
pertanyaan, dan mendengarkan baik-baik ketika orang lain yang lebih besar yang
sedang berbicara
12.
Berdiri untuk
memberikan tempat duduknya kepada orang yang lebih besar dan menyediakan tempat
untuk orang yang lebih tua
13.
Dilarang untuk
berbicara yang kotor dan dilarang untuk bergaul dengan orang yang senang berbicara
kotor
14.
Apabila dipukul
dicegah untuk tidak berteriak-teriak
15.
Setelah belajar
diperbolehkan untuk bermain sekedarnya yang tidak menjadikannya kecapekan
16.
Diajarkan untuk
mentaati kedua orang tuanya, gurunya, dan pendidiknya
Seluruh pendidikan
anak di atas membutuhkan usaha yang keras dan sungguh-sungguh dari orang tua.
Tanpa usaha yang sungguh-sungguh sangat sulit bagi orang tua untuk mendapatka
0 komentar:
Posting Komentar