Masjid Agung AN NUUR Kab. Kediri

Assalamu`alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 26 September 2012

Aqidah Ulama Indonesia


AQIDAH ULAMA INDONESIA (1)
ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN ARAH
 Ust. Asy`ari Masduki, MA

1. Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al Bantani dalam Tafsirnya, “at-Tafsir al Munir li Ma’alim at-Tanzil”, jilid I, hal. 282 ketika menafsirkan ayat 54 surat al A’raf (7):
﴿ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
menyatakan:
"وَالْوَاجِبُ عَلَيْنَا أَنْ نَقْطَعَ بِكَوْنِهِ تَعَالَى مُنَزَّهًا عَنِ الْمَكَانِ وَالْجِهَةِ...".
“Dan kita wajib meyakini secara pasti bahwa Allah ta’ala maha suci dari tempat dan arah….”

22. Mufti Betawi Sayyid Utsman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya al ‘Alawi dalam karyanya az-Zahr al Basim fi  Athwar Abi  al Qasim, hal. 30mengatakan: “…Tuhan yang maha suci dari pada jihah (arah)…”

Jumat, 07 September 2012

Hikmah Silaturrahim


Hikmah Silaturrahim

Silaturrahim (menyambung kekerabatan) adalah wajib hukumnya. Silaturrahim bisa dengan saling mengunjungi di hari-hari bahagia seperti pada hari kelahiran, pada hari pernikahan dan pada hari raya. Silaturrahim juga dapat dilakukan dengan cara membantu kerabat kita yang membutuhkan bantuan. Banyak ayat al Qur’an dan hadits Rasulullah yang menjelaskan keutamaan silaturahim. Sahabat ‘Uqbah bin Amir bertanya kepada Rasulullah, apakah keselamatan itu wahai Rasulullah?, kemudian beliau bersabda:
تَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ وَتُعْطِي مَنْ حَرَمَكَ وَتَعْفُوا عَمَّنْ ظَلَمَكَ
Maknanya: “Keselamatan adalah apabila kamu bersilaturahim pada orang yang telah memutus tali silaturahim denganmu, dan apabila kamu memberi sesuatu kepada orang yang tidak mau memberi sesuatu kepadamu, dan apabila kamu memaafkan orang yang telah berbuat dhalim kepadamu”.

Abu Hurairah bertanya kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah tunjukkanlah kepada perbuatan yang jika aku lakukan maka aku akan masuk surga, kemudian Rasulullah bersabda:
أَطْعِمِ الطَّعَامَ وَصِلِ اْلأَرْحَامَ وَصَلِّ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ
Maknanya: “Berilah makan, sambunglah tali silaturahim, shalatlah malam ketika orang-orang pada tidur maka kamu akan masuk surga dengan selamat”

Memutuskan tali silaturrahim adalah dosa besar. Seseorang dianggap telah memutuskan tali silaturrahim apabila dia menjadikan hati kerabatnya merasa jauh dengannya, karena ia tidak sudi memberi bantuan disaat kerabat itu sangat membutuhkannya atau tidak mau mengunjunginya tanpa ada udzur sedikitpun. Rasulullah bersabda:
لاَ يَدْخلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
Maknanya: “Tidak akan masuk surge (bersama orang yang pertama kali masuk surga) orang yang memutuskan tali silaturrahim.

Silaturrahim yang sempurna adalah apabila seseorang menyambung silaturrahim orang yang memutuskan tali silaturrahim dengannya. Kita tidak boleh mengatakan: “saudaraku ini tidak mau mendatangiku maka aku tidak sudi mendatanginya”. “saudaraku ini jahat dan tidak mau menolongku, maka aku tidak mau menolongnya”.  Karena tidak diperkenankan dalam Islam membalas pemutusan silaturrahim dengan hal yang serupa, sebaliknya kita harus membalasnya dengan kebaikan dan menyambung tali silaturahim dengannya. Rasulullah bersabda:
لَيْسَ اْلوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنَّ اْلوَاصِلَ مَنْ وَصَلَهُ إِذَا قَطَعَتْ
Maknanya: “Bukanlah orang yang menyambung silaturrahim itu orang yang menyambung silaturahim orang yang memang telah bersambung silaturahimnya, namun orang yang menyambung silaturrahim adalah orang yang menyambung siltaurrahim orang yang memutuskan silaturrahim dengannya.” ( HR Muslim)

Hikmah silaturrahim diantaranya di jelaskan dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَمُدَّهُ اللهُ فِي عُمُرِهِ وَيُوْسِعَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ وَيَدْفَعُ عَنْهُ مِيْتَةَ السُّوْءِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Maknanya: Barang siapa yang senang Allah memanjangkan umurnya dan meluaskan rizkinya dan menolak darinya kematian yang buruk maka hendaknya ia menyambung kerabtnya (silaturrahim).
Berdasarkan hadits ini, diketahui bahwa sebagai salah satu amal shalih, silaturrahim memiliki beberapa hikmah diantaranya, dapat memanjangkan umur, memperluas rizki dan menghindarkan seseorang dari musibah dan kematian yang  buruk.
Namun hadits di atas tidak berarti bahwa kehendak dan ketentuan (taqdir) Allah dapat dirubah dengan silaturrahim. Sebab dalam akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah ditegaskan bahwa seluruh sifat Allah azaliyah (tanpa permulaan) dan abadiyah (tanpa akhiran), tidak berubah-ubah. Sebab berubah adalah tanda terbesar dari makhluk, dan hanya makhluklah yang disifati dengan sifat baharu yang berubah-ubah.
Maksud hadits hikmah silaturrahim di atas adalah qadla mu’allaq. Qadha` mu’allaq adalah ketentuan yang dalam shuhuf (catatan) malaikat yang telah mereka kutip dari lauh al mahfudz digantungkan pada do’a, silaturrahim, nadzar atau yang lainnya. Misalnya dalam shuhuf tersebut tertulis apabila si Fulan berdo’a maka keinginannya akan terwujud dan apabila tidak berdo’a maka keinginannya tidak terwujud. Para malaikat tidak mengetahui apa yang akan dilakukan oleh si Fulan tersebut, apabila ia berdoa maka berarti perbuatannya menolak/merubah salah satu dari dua qadha` tersebut, dan tidak menolak qadha’ Allah ta’aalaa yang merupakan sifatnya. Karena Allah ta’alaa telah menentukan pada azal apa yang akan dilakukan oleh si fulan tersebut.
Qadha` mu’allaq ini juga yang dimaksud dengan firman Allah dalam surat al Ra’d:
(#qßsôJtƒ ª!$# $tB âä!$t±o àMÎ6÷Vãƒur ( ÿ¼çnyYÏãur Pé& É=»tGÅ6ø9$# ÇÌÒÈ
Maknanya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki),  dan pada-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).(QS Al Ra’d: 29)
Qadha` ini pula yang dimaksud oleh sebuah hadits yang diriwayatkan imam Hakim dan imam Tirmidzi:
لاَ يَرُدُّ اْلقَضَاءَ إلاَّ الدُّعَاءُ
Maknanya: “Tidak ada yang menolak qadha`(yakni qadha` mu’allaq) kecuali do’a”
Dalam masalah silaturrahim, misalnya: dalam catatan Malaikat ditulis bahwa apabila pada tahun ini Zaid bersilaturrahim maka umurnya 63 tahun, namun apabila dia tidak silaturrahim maka umurnya 50 tahun (meninggal pada tahun ini). Malaikat tidak mengetahui apa yang akan diperbuat oleh Zaid (silaturrahim atau tidak), sehingga bagi malaikat ketentuan umur si Zaid masih mu’allaq (digantungkan) pada perbuatan yang akan dilakukan oleh Zaid. Namun Allah telah menentukan perbuatan yang akan dipilih Zaid dan umurnya. 
Dengan demikian dapat dipahami bahwa qadha’ mu’allaq tidak berarti bahwa qadha` Allah bisa berubah. Namun dalam pengetahuan Malaikat dalam catatannya, Allah memberikan pilihan kepada manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu yang menjadi sebab terwujudnya sesuatu yang diinginkan oleh manusia seperti berdo’a, silaturrahim, sedekah, bekerja keras, rajin belajar dan seterusnya, sehingga apa yang diinginkan oleh manusia berupa umur panjang, kebahagian, bebas dari musibah, kaya, pandai dan seterusnya dapat terwujud. Meskipun dalam pengetahuan Allah, Allah telah mengetahui dan menentukan pilihan manusia tersebut dan sesuatu yang terjadi padanya.
Adapaun firman Allah ta’aalaa:
3 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 ÇÊÊÈ
Maknanya :“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu qoum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri,” (QS. al-Ra’d:11)
Ayat ini tidak menunjukkan bahwa taqdir Allah bisa berubah, tetapi ayat tersebut juga terkait dengan qadha’ mu’allaq, bahwa apabila suatu kaum menginginkan sebuah perubahan pada diri mereka maka mereka harus melakukan sebab-sebab yang bisa menghantarkan pada perubahan tersebut, yaitu dengan beriman kepada Allah ta’aalaa. Allah telah mengetahui terhadap sesuatu yang akan dilakukan oleh kaum tersebut (melakukan perubahan dari kufur ke iman atau tidak), tetapi bagi Malaikat perubahan keadaan mereka masih mu’allaq (tergantung) pada apabila mereka mau melakuan perubahan yang dalam hal ini adalah beriman kepada Allah ta’aalaa.

Hikmah Silaturrahim


Hikmah Silaturrahim

Silaturrahim (menyambung kekerabatan) adalah wajib hukumnya. Silaturrahim bisa dengan saling mengunjungi di hari-hari bahagia seperti pada hari kelahiran, pada hari pernikahan dan pada hari raya. Silaturrahim juga dapat dilakukan dengan cara membantu kerabat kita yang membutuhkan bantuan. Banyak ayat al Qur’an dan hadits Rasulullah yang menjelaskan keutamaan silaturahim. Sahabat ‘Uqbah bin Amir bertanya kepada Rasulullah, apakah keselamatan itu wahai Rasulullah?, kemudian beliau bersabda:
تَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ وَتُعْطِي مَنْ حَرَمَكَ وَتَعْفُوا عَمَّنْ ظَلَمَكَ
Maknanya: “Keselamatan adalah apabila kamu bersilaturahim pada orang yang telah memutus tali silaturahim denganmu, dan apabila kamu memberi sesuatu kepada orang yang tidak mau memberi sesuatu kepadamu, dan apabila kamu memaafkan orang yang telah berbuat dhalim kepadamu”.

Abu Hurairah bertanya kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah tunjukkanlah kepada perbuatan yang jika aku lakukan maka aku akan masuk surga, kemudian Rasulullah bersabda:
أَطْعِمِ الطَّعَامَ وَصِلِ اْلأَرْحَامَ وَصَلِّ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ
Maknanya: “Berilah makan, sambunglah tali silaturahim, shalatlah malam ketika orang-orang pada tidur maka kamu akan masuk surga dengan selamat”

Memutuskan tali silaturrahim adalah dosa besar. Seseorang dianggap telah memutuskan tali silaturrahim apabila dia menjadikan hati kerabatnya merasa jauh dengannya, karena ia tidak sudi memberi bantuan disaat kerabat itu sangat membutuhkannya atau tidak mau mengunjunginya tanpa ada udzur sedikitpun. Rasulullah bersabda:
لاَ يَدْخلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
Maknanya: “Tidak akan masuk surge (bersama orang yang pertama kali masuk surga) orang yang memutuskan tali silaturrahim.

Silaturrahim yang sempurna adalah apabila seseorang menyambung silaturrahim orang yang memutuskan tali silaturrahim dengannya. Kita tidak boleh mengatakan: “saudaraku ini tidak mau mendatangiku maka aku tidak sudi mendatanginya”. “saudaraku ini jahat dan tidak mau menolongku, maka aku tidak mau menolongnya”.  Karena tidak diperkenankan dalam Islam membalas pemutusan silaturrahim dengan hal yang serupa, sebaliknya kita harus membalasnya dengan kebaikan dan menyambung tali silaturahim dengannya. Rasulullah bersabda:
لَيْسَ اْلوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنَّ اْلوَاصِلَ مَنْ وَصَلَهُ إِذَا قَطَعَتْ
Maknanya: “Bukanlah orang yang menyambung silaturrahim itu orang yang menyambung silaturahim orang yang memang telah bersambung silaturahimnya, namun orang yang menyambung silaturrahim adalah orang yang menyambung siltaurrahim orang yang memutuskan silaturrahim dengannya.” ( HR Muslim)

Hikmah silaturrahim diantaranya di jelaskan dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَمُدَّهُ اللهُ فِي عُمُرِهِ وَيُوْسِعَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ وَيَدْفَعُ عَنْهُ مِيْتَةَ السُّوْءِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Maknanya: Barang siapa yang senang Allah memanjangkan umurnya dan meluaskan rizkinya dan menolak darinya kematian yang buruk maka hendaknya ia menyambung kerabtnya (silaturrahim).
Berdasarkan hadits ini, diketahui bahwa sebagai salah satu amal shalih, silaturrahim memiliki beberapa hikmah diantaranya, dapat memanjangkan umur, memperluas rizki dan menghindarkan seseorang dari musibah dan kematian yang  buruk.
Namun hadits di atas tidak berarti bahwa kehendak dan ketentuan (taqdir) Allah dapat dirubah dengan silaturrahim. Sebab dalam akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah ditegaskan bahwa seluruh sifat Allah azaliyah (tanpa permulaan) dan abadiyah (tanpa akhiran), tidak berubah-ubah. Sebab berubah adalah tanda terbesar dari makhluk, dan hanya makhluklah yang disifati dengan sifat baharu yang berubah-ubah.
Maksud hadits hikmah silaturrahim di atas adalah qadla mu’allaq. Qadha` mu’allaq adalah ketentuan yang dalam shuhuf (catatan) malaikat yang telah mereka kutip dari lauh al mahfudz digantungkan pada do’a, silaturrahim, nadzar atau yang lainnya. Misalnya dalam shuhuf tersebut tertulis apabila si Fulan berdo’a maka keinginannya akan terwujud dan apabila tidak berdo’a maka keinginannya tidak terwujud. Para malaikat tidak mengetahui apa yang akan dilakukan oleh si Fulan tersebut, apabila ia berdoa maka berarti perbuatannya menolak/merubah salah satu dari dua qadha` tersebut, dan tidak menolak qadha’ Allah ta’aalaa yang merupakan sifatnya. Karena Allah ta’alaa telah menentukan pada azal apa yang akan dilakukan oleh si fulan tersebut.
Qadha` mu’allaq ini juga yang dimaksud dengan firman Allah dalam surat al Ra’d:
(#qßsôJtƒ ª!$# $tB âä!$t±o àMÎ6÷Vãƒur ( ÿ¼çnyYÏãur Pé& É=»tGÅ6ø9$# ÇÌÒÈ
Maknanya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki),  dan pada-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).(QS Al Ra’d: 29)
Qadha` ini pula yang dimaksud oleh sebuah hadits yang diriwayatkan imam Hakim dan imam Tirmidzi:
لاَ يَرُدُّ اْلقَضَاءَ إلاَّ الدُّعَاءُ
Maknanya: “Tidak ada yang menolak qadha`(yakni qadha` mu’allaq) kecuali do’a”
Dalam masalah silaturrahim, misalnya: dalam catatan Malaikat ditulis bahwa apabila pada tahun ini Zaid bersilaturrahim maka umurnya 63 tahun, namun apabila dia tidak silaturrahim maka umurnya 50 tahun (meninggal pada tahun ini). Malaikat tidak mengetahui apa yang akan diperbuat oleh Zaid (silaturrahim atau tidak), sehingga bagi malaikat ketentuan umur si Zaid masih mu’allaq (digantungkan) pada perbuatan yang akan dilakukan oleh Zaid. Namun Allah telah menentukan perbuatan yang akan dipilih Zaid dan umurnya. 
Dengan demikian dapat dipahami bahwa qadha’ mu’allaq tidak berarti bahwa qadha` Allah bisa berubah. Namun dalam pengetahuan Malaikat dalam catatannya, Allah memberikan pilihan kepada manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu yang menjadi sebab terwujudnya sesuatu yang diinginkan oleh manusia seperti berdo’a, silaturrahim, sedekah, bekerja keras, rajin belajar dan seterusnya, sehingga apa yang diinginkan oleh manusia berupa umur panjang, kebahagian, bebas dari musibah, kaya, pandai dan seterusnya dapat terwujud. Meskipun dalam pengetahuan Allah, Allah telah mengetahui dan menentukan pilihan manusia tersebut dan sesuatu yang terjadi padanya.
Adapaun firman Allah ta’aalaa:
3 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 ÇÊÊÈ
Maknanya :“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu qoum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri,” (QS. al-Ra’d:11)
Ayat ini tidak menunjukkan bahwa taqdir Allah bisa berubah, tetapi ayat tersebut juga terkait dengan qadha’ mu’allaq, bahwa apabila suatu kaum menginginkan sebuah perubahan pada diri mereka maka mereka harus melakukan sebab-sebab yang bisa menghantarkan pada perubahan tersebut, yaitu dengan beriman kepada Allah ta’aalaa. Allah telah mengetahui terhadap sesuatu yang akan dilakukan oleh kaum tersebut (melakukan perubahan dari kufur ke iman atau tidak), tetapi bagi Malaikat perubahan keadaan mereka masih mu’allaq (tergantung) pada apabila mereka mau melakuan perubahan yang dalam hal ini adalah beriman kepada Allah ta’aalaa.